KAJIAN DAKWAH
Kajian
SPILIS MERUSAK UMAT
Surabaya, Suara Mujahidin
Semarak Bulan Ramadhan yang penuh berkah, selalu diikuti berbagai kegiatan keagamaan. Masjid Mujahidin, masjid terbesar di wilayah Tanjung Perak Surabaya, dipadati berbagai kegiatan, antara lain : dialog interaktif di radio Swara Perak Jaya ( SPJ), Ceramah Terawih dan Ceramah Subuh. Kegiatan tersebut merupakan program kerja Ta’mir Masjid Mujahidin Surabaya, dalam rangka memberi pelayanan kepada umat, khususnya Jama’ah Masjid Mujahidin, mengenai berbagai masalah agama. Agar tema ceramah terfokus, ceramah terawih dan subuh diberi 60 tema. Masing-masing ustadz diberi tema sesuai keahliannya.
Yang menarik untuk disimak, adalah ceramah subuh yang disampaikan oleh Ustadz Drs. H. Mujiono. Beliau menyampaikan tema ”Benteng Orang Mukmin ”. ”Akhir-akhir ini, banyak aliran-aliran yang berkembang di Indonesia, terutama aliran sesat yang akan menggerogoti aqidah umat Islam, terutama generasi muda. Kalau ini dibiarkan, 10-15 yang akan datang, masjid-masjid kosong, karena tidak ada lagi Umat Islam yang mengisi masjid ini. Penyakit itu lebih berbahaya dari penyakit TBC. Ala Muhammadiyah ( Tahayyul, Bid’ah dan Churafat ). Penyakit baru itu bernama SPILIS. ( Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme ) dalam Islam. Sekularisme menganggap urusan agama tidak boleh dicampur dengan urusan negara, Pluralisme menganggap semua agama sama dan Liberalisme menganut aliran kebebasan, yakni siapa saja boleh melakukan apa saja, yang penting tidak mengganggu orang lain. Dalam kondisi seperti ini, Majelis Ulama Indonesia ( MUI ), menurunkan fatwa, bahwa ini merupakan aliran sesat yang diharamkan dan diwaspadai ”.
Penyakit spilis sudah mulai menyebar keberbagai kampus, bukan saja dikampus umum, melainkan dikampus IAIN pun hal ini sudah merupakan hal yang biasa, bahkan dianggap absah saja. Perguruan Tinggi Agama Islam ini yang nota benenya diharapkan bisa mencetak Ilmuan Islam dimasa datang, justru disini kata Hartono Achmad Jaiz ” Terjadi Pemurtadan ”. Bahkan seorang Dosen IAIN menginjak-injak lafadz Allah, karena sudah dianggap tidak sakral lagi. Sebuah Majalah di IAIN Semarang, menulis ” Indahnya kawin sejenis ”, Seorang Dosen Ulumul Qur’an di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Qur’an Ujung Pandang, menyatakan, bahwa Al-Qur’an sudah tidak layak lagi untuk jaman sekarang, perlu adanya amandemen dan revisi, karena tidak sesuai dengan jaman.
Lebih berbahaya lagi mereka tidak sekedar berbicara diatas podiun di kampus-kampus, melainkan mereka menulis di majalah, dibuku dan berbagai mas media yang ada. Berbagai buku telah dikeluarkan, antara lain : Tidak ada siksa kubur, Ternyata akhirat tidak kekal, Adam tidak diturunkan dari surga, dan berbagai buku lainnya. Fenomena seperti ini akan terus berlangsung, jika kita Umat Islam yang masih komitmen terhadap agamanya tidak turun tangan untuk mengatasi-nya. Yang penting bagi kita, adalah menguatkan aqidah anak dan isteri atau suami kita, agar mereka tidak gampang termakan dengan aliran-aliran sesat seperti ini. Hanya kepada Allah kita bermohon, agar kita diberi kekuatan iman dan Islam, dalam kehidupan di dunia dan mati dalam khusnul khatimah. MHR.
Kajian
TETAP ISTIQOMAH SETELAH RAMADHAN
Nur Huda. M.Pd.I. *)
Surabaya, Suara Mujahidin
Begitu cepatnya Ramadhan meninggalkan kita, bulan istimewa melebihi 11 bulan Hijriyah lainnya, bulan yang penuh dengan rahmat, ampunan dan pembebasan dari neraka telah kita lewati. Masih terbayang dalam benak kita sa’at shalat tarawih berjamaah, bertadarrus Al-Quran, mengikuti ta’lim dan bersilaturrahim, berlomba dalam kebajikan ( fastabiqul khairat ) untuk mendapatkan ampunan Allah SWT, ingin kembali fitri.
Berbahagialah orang mukmin yang menyibukkan dirinya dalam beribadah selama bulan Ramadhan, sebagaimana Rasulullah juga memotivasi kaum Muslimin dan keluarganya untuk lebih giat beribadah dan beramal. Namun lebih beruntung mereka yang mempertahankan aktivitas ibadahnya di luar Ramadhan. Rasulullah pernah menyayangkan seseorang yang dahulunya rajin shalat malam, namun setelah itu ia meninggalkannya. Rasulullah menyukai seseorang yang beristiqamah dalam beramal, walaupun sedikit. Istiqomah secara etimologis, istiqamah berasal dari kata istaqama-yastaqimu, yang berarti ” tegak lurus ”. Dalam Kamus Besar Indonesia, istiqamah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekwen. Dalam terminologi Akhlaq, istiqamah, adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Seorang yang istiqamah, adalah laksana batu karang di tengah-tengah lautan yang tidak bergeser sedikitpun walaupun dipukul oleh gelombang yang bergulung-gulung.
Perintah beristiqomah dinyatakan dalam Al-Qur’an Surat Asya-Syura 42 : 15 ” Maka karena itu serulah ( mereka kepada agama itu ) dan istiqamahlah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka ”. Diriwayatkan bahwa seorang sahabat yang bernama Sufyan ibnu Abdillah meminta kepada Rasulullah Saw. supaya mengajarkan kepadanya intisari ajaran Islam dalam sebuah kalimat yang singkat, padat dan menyeluruh, sehingga dia tidak perlu lagi menanyakan hal tersebut kepada siapapun pada masa yang akan datang. Memenuhi permintaan sahabat tersebut, Rasulullah saw bersabda : ”Qul amantu billahi tsummas taqim ”. ” Katakanlah : ” saya beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah!” (HR. Muslim ).
Seorang Muslim yang istiqamah, adalah mereka yang dapat melestarikan amal ibadahnya, baik ketika berada di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan atau 11 bulan berikutnya. Nilai kejujuran, keshalihan, kedermawan dan menahan hawa nafsu, harus dipertahankan dan dilestarikan, bahkan ditingkat mutu dan kuantitasnya. Selama Ramadhan kita menjadi orang yang paling jujur, itu kita lakukan dengan penuh keikhlasan dan merasa di awasi Allah SWT. padahal di panas terik matahari, bisa saja kita mengambil segelas air, kemudian kita masuk kekamar dan kita minum air itu, tidak ada yang tahu, kecuali kita sendiri dan Allah. Namun keyakinan kita itu memudar seiring berakhir Ramadhan. Nilai kejujuran itu menipis bahkan hilang sama sekali. Di pasar kita mengurangi timbangan, di kantor kita korupsi, bahkan di instansi lainnya terjadi seperi itu. Nilai kejujuran dan pengawasan Allah, seolah-olah hanya berlaku di bulan Ramadhan, setelah Ramadhan usai berakhir pula nilai kejujuran dan pengawasan Allah.
Setelah kita memasuki bulan Syawal, perlu ada peningkatan pada semua aspek kehidupan kita. Syawal bermakna ” meningkat ” itu artinya seharusnya keimanan, ketaqwaan, keshalihan, ilmu dan akhlaq kita seluruhnya meningkat setelah memasuki bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya, minimal sama dengan bulan Ramadhan. Pada kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, karena banyak diantara kita yang seolah-olah melewati Ramadhan dengan ” Lega ” seperinya terbebas dari belenggu yang mengikatnya. Shalat jama’ah kembali sepi, tadarrus berhenti, sedekah libur, apalagi shalat malamnya. Masya Allah ...... sudah ditinggalkan, Allah tidak menyukai orang yang beribadahnya musiman. Saat bersemangat, ia sangat menggebu-gebu, dalam ibadah, bahkan memaksakan diri di luar batas kemampuannya. Namun ketika sudah kehilangan semangat, semua aktifitas ibadah berhenti. Tidak lagi nampak di masjid, tidak lagi menyentuh Al-Qur’an, muncul lagi watak pemarahnya yang merupakan kebiasaan buruknya, naudzul billah. Allah memberikan fasilitas dan kemurahan-Nya pada bulan Ramadhan, karena Allah ingin menebarkan rahmat dan maghfirah-Nya, menurut apa yang dikehendakinya. Allah juga ingin membakar semangat Kaum Muslimin untuk menempa jiwa dan raga menjadi insan yang bertaqwa. Bukanlah Ramadhan bermakna ” membakar ”, mari lestarikan semangat Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya. ( MHR ).
*) Sekretaris II Bidang Dakwah dan Pembinaan Umat
Yayasan Masjid Mujahidin Surabaya

0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda